Senin, Agustus 01, 2011

Home

Senja  berjalan pelan mengusir matahari. Helaian daun-daun melap sisa-sisa keringat di tubuhnya. Evaporasi membuatnya dahaga yang tak berkesudahan. 

            “Hari yang melelahkan”, ujar sang daun

Angin senja ditemani warna jingga langit membuatnya meliuk-liukkan tubuhnya. Sepertinya sangat senang dengan keteduhan petang. Mereka tertawa-tawa riang. Aku tersenyum di bangku ini. Duduk sendiri memperhatikan polah tingkah mereka.

            “Hey…”, salah satu helaiannya memanggilku

Aku kaget dan memperhatikan dengan seksama helaian mana yang menyapaku. 

            “Hey…”, ulangnya

Aku lebih menajamkan pendengaran dan penglihatan. Ternyata si pucuk yang paling muda yang menyapaku. Eits, tunggu, apa benar dia yang memanggilku? Aku memandanginya dan menghampirinya lebih dekat. Kugeser tempat dudukku agar lebih leluasa memandanginya.

            “Kau memanggilku?”, tanyaku

     “Iya”, katanya masih sambil meliuk-liuk kegirangan karena berhasil memancingku mendekatinya

            “Ada apa?”, tanyaku lagi

Dia tersenyum, “Sepertinya kau lagi tidak bersemangat”

Aku mendengus sinis,’sok tahu sekali si pucuk ini’

            “Hahaha…, kau tidak perlu berbohong”

Aku mendelik,”semakin keterlaluan sekali dia malah menuduhku berbohong..”

            “Kau bisa bercerita kepadaku. Percayalah, aku teman yang baik. Aku bisa dipercaya melebihi buku diarimu itu”

Aku tergelak kecil mendengar ceracauan sok tahunya itu. Darimana pula dia tahu kalau aku sering menulis dan menceritakan suka ceria gundah gulanaku disana. Benar-benar tebakan yang asal dan mujurnya sangat tepat. Belum juga mulutku menjawab pertanyaannya, dia kembali menanyaiku, tapi lebih tepatnya menginterogasiku.

            “Kau lagi merasa sepi ya? Kau rindu rumah?”

Dan tebakannya kali ini semakin membungkam mulutku.