Jumat, Desember 17, 2010

Berasaklah, dan pergilah melaut lagi,,!

www.kacamatabolong.blogspot.com


Seekor pipit terbang merendah dan hinggap di tiang kapalnya. Sekejap ia memandang, pipit kembali terbang mengikuti kawan-kawannya. Tapi Re tak lepas memandangi laju terbangnya si pipit dan ekor matanya terus mengikuti kepak sayap mungil si pipit. Sudah semakin jauh si pipit terbang ke utara hingga tak terjangkau lagi oleh pandangan matanya, Re kembali menekur. Mencoba menghitung pasir di dalam genggamannya. Lelah menghitung, Re terdiam lurus memandangi samudra di hadapannya. Sore ini tak berangin hingga tak ada ombak besar yang pecah ke pantai.

Re mamandangi kapalnya. Badannya masih kokoh membusung. Kilapnya masih bercahaya terkena sinaran matahari sore. Tapi segagah apapun ia sekarang, tak ada gunanya jika ia tak bisa membawa ikan pulang dari melaut. Itu karena tiangnya yang patah terkena hempasan angin. Dan Re belum juga memperbaikinya hingga sekarang. Ia hanya sebuah bangkai yang teronggok di hamparan pasir memandangi kapal-kapal lain yang hilir mudik melaut. Iri sebenarnya mengusik, ia ingin melaut, menemani Re mencari ikan. Tapi entah apa salahnya, usaha Re mendandaninya dan membuatnya segagah bahtera, tak kuat menahan terpaan angin di tengah badai. Dan Re selalu pulang dengan tangan kosong.

Sejak itu, Re tak bergairah lagi dengannya. Tapi kadang Re datang menemaninya menyepi di tepi pantai. Kadang Re masih mengusap-ngusap lambungnya. Kadang Re duduk disebelahnya mengajaknya bertukar cerita tentang masa-masa indah melaut bersama. Masa-masa berpetualang menaklukkan samudra walaupun hanya ikan-ikan kecil yang mereka dapatkan. Dan sekarang Re larut dalam diamnya.

Di suatu kesempatan sore, ketika angin sepertinya bisa di ajak berkompromi dan sehari tadi langit cerah dan sepertinya akan banyak bintang malam ini, ia menyapa Re yang tengah duduk disampingnya menghitung pasir.

                “Tak kah kau rindu melaut?”
                “Itu impianku. Tak perlu kau pertanyakan”, jawab Re
                “Tapi kenapa tak diperbaiki. Aku haus akan asinnya air laut”
                “Aku ingin rehat sejenak”, ucap Re pelan
“Sudah terlalu lama aku menanti dan menjadi bangkai disini. Perbaikilah dan marilah kita mencari ikan”, bujuk si kapal
                “Aku ingin rehat sejenak,” ulang Re
“Tak adakah kata lain selain mengatakan itu. Apa yang bisa kita perbuat disini? Aku bukan pajangan dan kau, apa yang kau dapatkan dengan hanya memandangi ombak di kejauhan? Ikan takkan datang jika kita tak melaut,”ungkap si kapal

Re memandang kapalnya sayu.

“Aku tahu kau bukan pajangan. Tapi bisakah kau bersabar sebentar sampai aku menemukan kayu terbaik dari hutan sebagai pengganti tiangmu yang patah? Lihatlah dirimu sekarang? Takkan bisa kau pergi melaut tanpa tiang layarmu,”

Re melanjutkan,” Aku membuatmu dengan sepenuh hati, dengan seluruh kemampuan jiwa dan ragaku. Tapi tak jauh kita berlayar, angin itu merubuhkan tiangmu. Dan kau tahu, tiangmu adalah harapanku untuk melaut. Tanpanya takkan bisa kita berlayar jauh…”
“Ya…aku tahu itu… makanya janganlah hanya duduk disini, segeralah ke hutan, buatlah tiang terbaik agar ia selalu kuat di terpa angin dan badai. Aku sudah tidak sabar menjelajahi lautan,” ujar si kapal bersemangat
                “Mohon bersabarlah,.. suatu saat kita akan pergi melaut lagi…” jawab Re pelan
                “Apakah itu sebuah harapan untukku”, tanya si kapal tak sabar
                “Entahlah…”, jawab Re singkat

Re bangkit, dan berjalan meninggalkan kapalnya memasuki hutan.


Tidak ada komentar: