Sepoi angin laut membelai lembut jilbab putih Ki. Langit yang mulai menjingga menambah keindahan pantai di sore itu. Hamparan biru laut dengan gelombang ombak memberi keceriaan di laut yang sunyi. Perpaduan keindahan itu membuat burung-burung camar senang sekali terbang melintasi samudra. Semuanya itu yang membuat Ki juga senang menghabiskan sorenya berjalan menyisiri pantai bersama Kuku.
Keramaian pantai menyeruak ketika sore mulai mendekati senja. Sengaja meluangkan waktu hanya untuk mengiringi kepergian sang mentari. Mengisi waktu sambil menunggu bedug maghrib berkumandang. Melepaskan beban dan penat fikiran supaya dibawa angin laut terbang. Kelegaan pandangan menatapi birunya hamparan laut, sedikit mengurangi beban di hati.
Ki hanya tersenyum melihat tingkah polah Kuku. Ia senang sekali bila diajak bermain ke pantai. Meloncat-loncat kegirangan dan sesekali menggoda pengunjung pantai yang lain. Ki tidak memarahinya berbuat begitu. Karena ia yakin Kuku tidak akan menyakiti orang lain. Paling-paling Ki hanya tersenyum dan meminta maaf pada orang yang dijahili Kuku. Jangankan orang lain, Ki saja sering digodanya.
~Ayo, Ku... tangkap....~
Ki melempar sebuah ranting kecil jauh ke depan. Dengan semangat Kuku berlari kencang berusaha menangkap ranting kecil itu. Tiba-tiba..... dukkk.....
~Ooppss.... mati gue...~
Ki terkejut. Kuku gagal menangkap ranting yang dilemparnya. Malah ranting itu mendarat di pundak seorang pria. Orang kantoran agaknya. Berpenampilan rapi dengan kemeja polos yang lengannya digulung hingga ke siku. Pria itu dan temannya terkejut. Memegangi ranting, ia berbalik menoleh, mencari siapa si empunya ranting yang melemparinya.
~Guk... guk... guk...~
Kuku menggonggong berusaha meminta maaf dan mejelaskan apa yang terjadi. Sementara itu tuannya berlari kecil ke arah mereka dengan wajah memelas.
~Kena ya? Aduhh... maaf ya, Kak. Saya gak sengaja...~
Sosok di depannya tersenyum arif. Mata sipit berkacamata tipis itu memandang tulus memaafkan.
~Gak papa~
Diselipkannya ranting kecil itu di taring Kuku, kemudian dibelainya kepala hewan itu. Ia terlihat senang dan tenang. Tak biasanya ia bersikap demikian pada sosok yang baru dikenalnya
~Makasih ya, kak. Ayo, kuku... pulang!...~
Sosok berkulit kuning itu mengangguk. Dengan langkah cepat Ki berbalik dan berjalan terburu-buru. Takut jika si pemilik mata sipit berubah pikiran kemudian memakinya. Sedangkan Kuku berguguk kesenangan, meloncat-loncat dan mengibaskan ekornya.
~@~
Gugukan Kuku mengagetkan Ki dari lamunan. Ki menoleh. Kuku meloncat-loncat sambil terus berguguk. Ki mengernyitkan dahi menyipitkan mata memperhatikan sosok yang datang menghampiri. Sinar mentari sore menyilaukan pandangannya.
~Oh, God.. Itukan si kakak yang kemaren. Ada apa dia kesini? Jangan-jangan ia terluka lalu meminta pertanggungjawabanku atau datang untuk memakiku?~, batin Ki.
Si kakak tersenyum setelah sampai dihadapan Ki. Mata sipitnya memandang ramah.
~Hai, apa kabar? Tadi saya liat Kuku. Saya pikir pasti ada kamu juga. Makanya saya kemari. Benar namanya Kuku?~
Ki mengangguk singkat mengiyakan.
~Kalo kamu?~
~Hm..?~
Ia mengulurkan tangan.. ~Saya Anto.~
Ki hanya berdiri mematung kebingungan.
~Kakak gak papa kena lemparan kemaren, kan? Gak ada yang luka, kan?~
Yang ditanya menarik kembali tangannya.
~Gak papa kok. Saya baik-baik saja. Saya kesini bukan mau minta ganti rugi, kok. Saya cuman mau menyapa kamu?.~
~Heh.. hehe... Nama saya Kiki, kak.~
~Hah?..~
Si kakak tertawa, membuat mata sipit di balik kacamata tipisnya menghilang.
~Lho kok ketawa?~
~He..he.. Kiki... Kuku...?~
Ki ikut tertawa setelah menyadari yang dimaksud.
~Hm.. satu lagi, Ki. Jangan panggil saya kakak. Lucu kedengerannya. Kalo kamu ngerasa gak enak, panggil aja saya koko. Adek-adek saya biasa manggil saya koko.~
~Koko?..~ Kiki tertawa.
~Ada yang lucu?~
~Kiki... kuku... koko...~
Koko juga ikut tertawa.
Kiki hanya tersenyum. Ia yakin kokonya yang baru ini orang baik. Mudah-mudahan benar. Ia senang punya sahabat yang lebih dewasa dari dia.
~@~
Persahabatan terjalin. Kukupun akrab dengan koko. Koko yang mengajarinya hingga begitu mahir menangkap ranting dengan moncongnya. Koko yang melatihnya menari berputar hanya menggunakan 2 kaki. Koko yang mengelus dagunya jika ia melakukan sesuatu yang baik. Dan satu hal yang paling disenanginya, bergelut diatas hamparan pasir putih. Bahkan koko dengan senang hati akan ikut mencebur ke laut waktu memandikannya. Hal yang tidak pernah dilakukan sang majikan padanya selama ini. Sahabat tuannya itu, telah menjadi sahabatnya pula.
Kiki yang paling merasakan indahnya persahabatan itu. Tak hanya Kuku yang akan menemaninya menyusuri pantai di sore hari. Tapi juga pemilik mata sipit berkacamata tipis itu. Ia punya kakak sekarang. Koko yang selalu tersenyum melihat kedatangannya. Koko yang tak bosan mendengar ceritanya. Koko yang dengan kedewasaannya mencoba memberikan pengertian terhadap masalah yang dihadapinya. Koko menjadi sosok yang dibanggakannya. Begitu bangganya ia punya kakak, hingga kejadian kecilpun akan diceritakan dan dikadukannya pada Koko. Tinggal mata sipit itu berkacamata tipis itu yang tersenyum mendengar celotehnya.
Tak dinyana persahabatan mereka berjalan seiring waktu yang berputar cepat. Ditengah kesibukan kerjanya di sebuah perusahaan, pantai merupakan tempat untuk melepaskan penat fikiran. Udara segar pantai memberikan kesejukan setelah seharian berkutat dengan kerjaan. Ditambah kehadiran 2 sahabat, kelelahan seperti tak pernah lagi menyinggahi. Hanya senyum yang terukir bila kaki kembali melangkah pulang ke rumah.
Koko tersenyum melihat Ki berjalan terengah-engah ditumpukan pasir terhampar. Kuku berlari mendahuluinya, sambil terus berguguk seolah berkata:
~Koko... kami sudah datang...~
Koko akan mengelus dagu dan kepalanya jika ia berhasil mendahului Kiki. Ia akan melonjak dan berguguk karena kesenangan. Mungkin ia ingin mengatakan: ~Aduhhh.... seneng deh ketemu koko lagi disini..~
Setelah itu barulah Kiki akan sampai dengan wajah kecapaian. Tapi ada kegembiraan tersirat di sana. Lagi senyum mata sipit itu menyambutnya.
~Koko pikir kamu gak datang sore ini...~
~Ppff.... Ki harus datang.... memberi tahu kabar gembira buat koko...~
~Wah... apaan sih?~
~Mmm... naskah cerita Ki.... lolos seleksi....~
Koko tersenyum lebar. Ikut senang merasakan kebahagiaan yang dirasakan Ki.
~Itu berarti cerita kamu diberi kesempatan untuk dipentaskan?~
Ki tersenyum mengangguk.
~Wahh.... Koko harus minta tandatangan kamu sekarang nih...~
~Yee... kan belum tentu menang. Saingan Ki kan tambah berat...~
~Ki, look... jangan pernah berpikiran demikian. Itu hanya akan menambah beban. Jangan pernah menganggap saingan sebagai lawan, tapi sebagai partner dalam berjuang, mm? Yang penting usaha memberikan yang terbaik bagi orang lain, ya..?~
Ki tersenyum kagum sambil mengangguk.
~You rise me up to walk on stormy seas.~
~Show up the world, engineer muda..~
~Yee.. koko ngeledek... engineer nya kan masih lama..~
~Dipercepat dong. Jangan nulis mulu... masa mo jadi mahasiswi terus... hehe....~
~Koko mah iri gak bisa ngerasain dunia kampus yang menyenangkan lagi. Ayo..~
Koko tertawa, mengusap kepala diatas jilbab putih Ki. Kuku berguguk ikut merasakan kebahagiaan mereka menyusuri pantai sore itu...
~@~
Persahabatan memang indah. Indah sekali. Beruntunglah orang-orang yang dapat merasakan keindahan persahabatan itu. Hidup terasa ringan karena beban dapat dibagi. Kelabunya duka di hati menjadi tak berarti. Bulir bening hanya kan meneteskan keharuan karena keceriaan. Tak ada lagi yang akan ditakutkan di dunia ini. Karena akan ada sahabat yang akan mendampingi. Akan selalu ada semangat yang menjalari jiwa.
Semangat itu yang diperlukan dalam hidup ini. Semangat untuk menghadapi semua persoalan kehidupan. Tapi bagaimana jika sang pemberi semangat tak lagi ada di belakang? Akankah langkah akan bersurut? Tidak. Inilah waktunya untuk melepaskan ketergantungan. Semangat itu harus selalu ada dan akan selalu ada walaupun harus berjalan seorang diri.
~Ayo, Ku...~
Ki berjalan tergesa menapaki hamparan pasir putih. Wajahnya diliputi kegembiraan tak terkira. Cerita mengenai kegembiraan itu yang akan diceritakannya. Berbagi kebahagiaan dengan orang yang mendukungnya. Pasti sore ini akan menjadi hari yang indah.
Ki melemparkan pandangan ke seluruh penjuru pantai. Langkahnya makin melambat. Orang yang dicarinya tak terlihat. Kukupun mulai terlihat gelisah. Dari tadi ia hanya melenguh tak berguguk seperti biasanya.
Ki duduk dihamparan pasir putih. Dipandanginya buket bunga yang masih di genggaman. Kuku kembali melenguh, menyandarkan tubuhnya di samping sang tuannya. Jingganya langit sedikit mulai mengkelam. Satu persatu orang-orang mulai meninggalkan pantai. Bedug maghrib sebentar lagi berkumandang. Tapi kedua sahabat itu masih bertahan menunggu di sana. Sepinya pantai mulai terasa. Sesepi rasa pada Ki dan Kuku sekarang. Lenguhan Ku memecah sunyi. Mungkin mencoba bicara dan menghibur tuannya. Ki mengusap dagunya.
~Hh... sepertinya Koko emang gak datang hari ini ya, Ku? Bunga ini pasti udah layu besok.~
Ki tersenyum sambil beranjak bangkit.
~Hmm.... tanpa bungapun koko pasti percaya kalo Ki menang ya, Ku?~
Kuku berguguk... lalu berjalan mengiringi langkah Ki.
~@~
Ini bulan kedua pantai terasa sepi walaupun banyak orang yang mengunjungi. Semua kembali seperti sediakala. Memandangi hamparan laut biru yang bergejolak. Menikmati belaian angin laut. Menyaksikan liukan burung camar yang terbang pulang ke sarang. Semua itu tetap suatu keindahan yang selau menarik Ki untuk mengunjunginya. Keindahan pesona lain yang hadir di sana. Keindahan yang akan selau berbekas di hatinya.
Gugukan kuku mengagetkannya dari lamunan. Diraihnya ranting kecil di sisi telapak kaki. Dengan bersemangat dilemparkannya ranting itu jauh ke depan.
~Tangkap... Ku....~
Kuku berlari kencang berusaha menggapai ranting itu dengan moncongnya. Ki tersenyum. Bagaimana jika seandainya ranting itu mengenai pundak seseorang yang berkemeja polos yang lengannya digulung hingga ke siku? Sambil membetulkan letak kacamata tipisnya, mata sipit itu akan tersenyum. Hm.. tapi agaknya kuku berhasil menangkap ranting itu. Dengan bangga ia kembali berjalan ke tempat tuannya. Sang tuan merunduk untuk membelai dagu dan kepalanya.
~Good boy!!~
Kemudian keduanya berjalan menyisiri pantai hingga sang waktu menyuruh mereka pulang.
Thanks to: Josh Groban
Ada suatu kekuatan pada lagumu, Josh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar