Jumat, Desember 17, 2010

Berasaklah, dan pergilah melaut lagi,,!

www.kacamatabolong.blogspot.com


Seekor pipit terbang merendah dan hinggap di tiang kapalnya. Sekejap ia memandang, pipit kembali terbang mengikuti kawan-kawannya. Tapi Re tak lepas memandangi laju terbangnya si pipit dan ekor matanya terus mengikuti kepak sayap mungil si pipit. Sudah semakin jauh si pipit terbang ke utara hingga tak terjangkau lagi oleh pandangan matanya, Re kembali menekur. Mencoba menghitung pasir di dalam genggamannya. Lelah menghitung, Re terdiam lurus memandangi samudra di hadapannya. Sore ini tak berangin hingga tak ada ombak besar yang pecah ke pantai.

Re mamandangi kapalnya. Badannya masih kokoh membusung. Kilapnya masih bercahaya terkena sinaran matahari sore. Tapi segagah apapun ia sekarang, tak ada gunanya jika ia tak bisa membawa ikan pulang dari melaut. Itu karena tiangnya yang patah terkena hempasan angin. Dan Re belum juga memperbaikinya hingga sekarang. Ia hanya sebuah bangkai yang teronggok di hamparan pasir memandangi kapal-kapal lain yang hilir mudik melaut. Iri sebenarnya mengusik, ia ingin melaut, menemani Re mencari ikan. Tapi entah apa salahnya, usaha Re mendandaninya dan membuatnya segagah bahtera, tak kuat menahan terpaan angin di tengah badai. Dan Re selalu pulang dengan tangan kosong.

Sejak itu, Re tak bergairah lagi dengannya. Tapi kadang Re datang menemaninya menyepi di tepi pantai. Kadang Re masih mengusap-ngusap lambungnya. Kadang Re duduk disebelahnya mengajaknya bertukar cerita tentang masa-masa indah melaut bersama. Masa-masa berpetualang menaklukkan samudra walaupun hanya ikan-ikan kecil yang mereka dapatkan. Dan sekarang Re larut dalam diamnya.

Di suatu kesempatan sore, ketika angin sepertinya bisa di ajak berkompromi dan sehari tadi langit cerah dan sepertinya akan banyak bintang malam ini, ia menyapa Re yang tengah duduk disampingnya menghitung pasir.

                “Tak kah kau rindu melaut?”
                “Itu impianku. Tak perlu kau pertanyakan”, jawab Re
                “Tapi kenapa tak diperbaiki. Aku haus akan asinnya air laut”
                “Aku ingin rehat sejenak”, ucap Re pelan
“Sudah terlalu lama aku menanti dan menjadi bangkai disini. Perbaikilah dan marilah kita mencari ikan”, bujuk si kapal
                “Aku ingin rehat sejenak,” ulang Re
“Tak adakah kata lain selain mengatakan itu. Apa yang bisa kita perbuat disini? Aku bukan pajangan dan kau, apa yang kau dapatkan dengan hanya memandangi ombak di kejauhan? Ikan takkan datang jika kita tak melaut,”ungkap si kapal

Re memandang kapalnya sayu.

“Aku tahu kau bukan pajangan. Tapi bisakah kau bersabar sebentar sampai aku menemukan kayu terbaik dari hutan sebagai pengganti tiangmu yang patah? Lihatlah dirimu sekarang? Takkan bisa kau pergi melaut tanpa tiang layarmu,”

Re melanjutkan,” Aku membuatmu dengan sepenuh hati, dengan seluruh kemampuan jiwa dan ragaku. Tapi tak jauh kita berlayar, angin itu merubuhkan tiangmu. Dan kau tahu, tiangmu adalah harapanku untuk melaut. Tanpanya takkan bisa kita berlayar jauh…”
“Ya…aku tahu itu… makanya janganlah hanya duduk disini, segeralah ke hutan, buatlah tiang terbaik agar ia selalu kuat di terpa angin dan badai. Aku sudah tidak sabar menjelajahi lautan,” ujar si kapal bersemangat
                “Mohon bersabarlah,.. suatu saat kita akan pergi melaut lagi…” jawab Re pelan
                “Apakah itu sebuah harapan untukku”, tanya si kapal tak sabar
                “Entahlah…”, jawab Re singkat

Re bangkit, dan berjalan meninggalkan kapalnya memasuki hutan.


Senin, Desember 13, 2010

Stayed (2)



Luka ini begitu besar,
Ternganga tanpa ada satu pun penawar yang bisa menyembuhkan
Luka ini begitu besar,
Hingga nyeri kadang masih terasa jika ia tersentuh tak sengaja
Luka ini begitu besar,
Sampai denyutnya mengaliri semua jaringan tubuh dan syaraf
Luka ini begitu besar,
Hingga bukan hanya air mata untuk bisa menahan sakitnya
Luka ini begitu besar,
Hingga aku terdiam, tercampakkan dan tersisihkan 



Minggu, Desember 12, 2010

Stayed ( )



Lambat laun ia masuk menyuruk ke bawah bumi
Meninggalkan asa yang tak pernah sepi
Sisa rintik lama tak tertampung
Membuat warna langit pergi tertiup angin laut
Tak datang jangan katakan singgah kan menghampiri
Lembayung takkan berganti menjadi kelam
Jika memang senja masih berkuasa

Senin, November 29, 2010

Berilah Aku Nasehat, Ukh. . .






Malam ini aku begitu letih. Letih pada fisik, pikiran dan hatiku. Letih fisik masih dapat kubawa berbaring dan istirahat. Letih pikiran masih bisa kubawa refresing dan bercanda dengan kawan-kawanku. Tapi jika hatiku yang letih, entah apa rasanya menjalani hari. Walaupun bibirku tersenyum dan tetap bergelak tawa tapi dalam hati aku merutuk kenapa hatiku tidak ikut bersamanya.
Dan malam ini di saat keletihan hati sedang menghinggapiku, datang sebuah sms dari seorang sahabat.

Berilah aku nasehat, ukh…

Lama aku berpikir. Entah dengan kata-kata apa aku harus membalas smsnya dengan kondisi hati yang juga bisa dikatakan sama dengannya. Aku tidak ingin dia menunggu lama. Karena kadang jika kita sedang membutuhkan orang lain, pasti berharap dia akan cepat merespon. Sembari berpikir mau mengatakan apa untuk menguatkannya aku membalas:
Lagi mendung sist?

Tak menunggu lama dia membalas:

Iya, halilintar..

Gubrakk… terlalu parah dari dugaanku. Aku bingung apa yang harus aku katakan karena aku bukanlah orang yang pandai menasehati orang lain. Dan aku juga tidak tahu duduk perkara permasalahannya. Ragu untuk bertanya lebih jauh, tapi ku beranikan menulis:
Wheww… ada apa sist? Ada apa dengan hatimu?

Sedetik kemudian dia kembali membalas:

Katakan apa saja, uniku.. agar aku kembali bersemangat…

Duuuhhh ukhti, apa yang harus aku katakan kepadamu di saat hatiku juga limbung tanpa pegangan saat ini. Aku bukanlah setegar dan sekuat yang engkau bayangkan, aku bukanlah orang yang bisa menjaga hatiku. Dan aku bukanlah orang yang bisa tertawa bersama di saat hatiku gundah seperti ini. Dan engkau datang di saat sifat autisku sedang menghinggapi. Bukannya tak mau berbagi, tapi bagiku, hanya aku yang tahu hatiku dan hanya aku yang bisa mengerti apa yang diinginkan hatiku. Kalaupun aku datang merangkak ke hadapan kawan baikku, maka merekalah yang dipilih hatiku untuk mempercayakan sakitnya dan sekaratnya.



Tapi sekarang disaat aku sedang menata rasa hati dan masih ingin membungkam sakitnya hati, dia datang dengan permohonan nasehatnya. Tiba-tiba aku merasa betapa harus bersyukurnya aku, bahwa sahabatku masih membutuhkan aku. Masih mempercayaiku dan membutuhkanku di saat sedihnya. Dan permintaannya memaksaku untuk juga memikirkan langkah yang harus aku ambil untuk hatiku. Dan permohonan nasehatnya juga yang menepuk pundakku bahwa gundah tidak menghampiriku sendiri, ada orang lain juga yang merasakannya. Dan mungkin gundahnya lebih besar dari gundahku. Dan dia membutuhkanku sekarang. Aku tak perlu merangkaikan kata-kata bijak untuknya. Atau aku tak perlu menjadi sok bijaksana dalam permasalahannya. Tapi aku mencoba untuk menguraikan benang kusutnya dengan hatiku dan dengan doaku dengan apa adanya aku. Akhirnya entah apa yang ada di pikiranku saat itu, jemariku lincah mengetik keypad:
Sist, aku bukanlah orang yang pandai menasehati. Tapi jika hatiku lagi gundah, aku ingin sendiri. Kadang di kala sendiri kita bisa merenung dan berpikir hingga bisa mengambil keputusan dan ikhlas menjalani keputusan itu. Aku tidak tahu apa mendungmu, tapi percayalah, sist… untuk mengusir mendung angin harus bertiup dan hujan perlu turun. Barakallah untukmu.. :)

Setelah beberapa saat, dia balas dengan tersenyum dan mendoakanku semoga Rabb selalu merahmatiku…

Terimakasih, sist… semoga berkah Allah selalu untuk kita semua… :)

Jumat, November 26, 2010

Hanya Buatku Sendiri



Aku tahu hidup itu harus berbagi.
Tapi jika ada satu hal 
yang tidak ingin aku bagi di dunia ini 
dengan siapapun,

apakah salah?
 
 
 
 

Kamis, November 18, 2010

Ada Apa Dengan Perempuanku . . .

karena wanita ingin dimengerti. . .






”G… ada apa sih? Kamu sakit? Kok dari tadi diam aja?”

G menggeleng, ”Gak kok. G biasa aja..”

”Gak.. gak biasanya...”

G memalingkan wajahnya ke jalan raya melihat hiruk pikuknya jalan raya.  Han memandang syahdu pada gadis di sebelahnya. Teman-teman yang lain saling berpandangan tak mengerti.  G beralih menatap Han.

”Kenapa sih Han? Im okey...”

Han mendengus. Kali ini ia yang mengalihkan pandangan. G beranjak dari tempat duduknya mendekati yang lain.  Han pun beringsut menukar posisi duduknya.  Teman-teman yang lain masih belum mengerti apa yang terjadi diantara mereka berdua.

Hp G bergetar, nada deringnya terdengar mengalun. G terkesiap, mata Han memandang tajam. G selintas melihat tatapan itu namun berlalu menjawab panggilan,

                ”Halo..waalaikum salam, G lagi sama temen-temen, nanti aja ya.. iya deh...walaikum salam..”

Mata Han nanar mengekori langkah G. G tahu Han sedang mengamati. Dadanya  bergemuruh akan perilaku Han tapi sebisa mungkin ia berusaha bersikap wajar.

Yang lain paham akan ketegangan ini  tapi tak mau terlalu turut mencampuri. Mereka juga mencoba untuk bersikap biasa saja. Mencoba untuk berpura-pura sedang tidak terjadi apa-apa. G duduk di sebelah Nyt, diam. Nyt mulai bersuara mencoba untuk meredakan suasana. Dalam sekejap kehebohan tercipta, tapi tidak bagi G dan Han. Mereka tetap larut dalam kebisuan. Walaupun sesekali turut ikut tersenyum mendengar celoteh yang lain. Tapi kecut..

                ”Eh, dah sore nih, pada gak mo pulang... pulang yuk.. besok aku mo asistensi nih...”, ajak Na

                ”Yuk Na G juga mo pulang”, balas G cepat.

Han berdiri, ”Kamu pulang ama aku G, ada yang mo aku bicarain”, sanggah Han.

”G mo pulang ama Na Han. Udah sore”, bantah G sembari meraih tangan Na.
”G....”, tatapan Han tak beralih darinya. Kebingungan kembali ada di benak yang lain.
”Kalian berdua kenapa sih?”, maki Nyt keras.

Perlahan G melepaskan tangan Na, ” Kalian duluan saja. G pulang sama Han.”

Mata G berkaca. Hatinya berdegup keras berusaha menahan bulir yang menyesakkan dada. Na menarik tangan G  membuat tubuh G terhuyung ke belakangnya. Nyt meraih dan merangkul bahu G.
Mata Na tajam menatap Han, ”Kamu kenapa sih Han.?? Ini sudah mo Maghrib. Kalo mo bicara kenapa gak dari tadi.!!”

”Kamu gak usah ikut campur Na. Ini masalahku dengan G”, suara Han terdengar datar.
”Masalah kalian juga masalah bagi yang lain. Kamu lupa Han...basecamp ini ada untuk itu..”, emosi Na memuncak mendengar penuturan Han.  Vir mencoba melerai.
”Sudahlah Na. Jika Han dan G memang lagi ada masalah biarkan mereka berdua bicara.  Mungkin belum saatnya kita tahu.  Tapi kalian janji bicarakan masalah ini dengan kepala dingin. Jika kalian perlu kami akan selalu ada buat kalian. Han, janji... G akan baik2 aja...”

Han mengangguk. Perlahan, satu persatu mereka meninggalkan G dan Han yang masih berdiri mematung. Sekian detik tak ada sebuah kata yang terlontar, tak ada suara yang terdengar.  Hanya mata Han yang tak mau lepas menatap G, sedang G hanya mampu menundukkan wajahnya. Dalam.

Senja mulai menjelang, keheningan masih bersisa diantara mereka. Hanya tarikan nafas perlahan terdengar pelan. Selebihnya hanya desau angin malam yang mulai berhembus.

                ”Aku antar pulang, G”, terdengar Han berbicara.

G mengangkat wajahnya perlahan. Han berdiri di hadapannya mengulurkan tangan. G bangkit berjalan pelan mengikuti langkah Han di depannya. 
  

Minggu, November 14, 2010

Ketika Hatiku Ingin Sendiri



Setiap manusia diberi kemampuan untuk mengingat,
Tapi ketika dalam pikiranku terlintas lagi peristiwa itu, aku ingin ingatanku hilang saat itu juga
 
Setiap manusia diberi kemampuan untuk berbicara,
Tapi ketika ingin kuledakkan semua kemarahan, aku ingin bicara kotor kepadanya
 
Setiap manusia diberi kemampuan untuk melihat,
Tapi ketika aku dihadapkan pada kenyataan ini, aku menyesal mengetahui dengan mata kepalaku sendiri
 
Setiap manusia diberi kemampuan untuk mengungkapkan,
Tapi ketika hatiku lelah menahannya , aku hanya diam mematung membiarkan si bening keluar dengan sendirinya
 
Setiap manusia diberi kemampuan untuk mendengarkan,
Tapi ketika orang-orang lain membicarakannya dan mengatakan betapa bodohnya aku, aku ingin pergi sejauh-jauhnya, menyendiri sepi

Rabb, bukannya aku tidak bersyukur dengan segala kemampuan yang engkau beri. Tapi saat ini aku lelah dengan semua masa lalu ini. Aku sudah mencoba bertahan dengan hatiku, dengan rasaku, dengan segala hal yang bisa aku beri. Tapi ketika ‘semua itu’ terlintas, aku sesak, aku muak, aku sakit. Aku ringkih menahan berontaknya logika akan hatiku yang lemah. Apa masih bisakah hati dan pikiranku bersabar?

Semua indraku telah merasakan, melihat dan mendengarkan kesakitan itu. Dan masa lalu nan indah itu menambah kesakitan ini. Aku ingin semuanya kembali ke awal, ketika semua begitu indah terasa. Akankah bisa?



Senin, November 01, 2010

Va' Dove Ti Porta Il Cuore


Pergilah Kemana Hati Membawamu

Diingatkan kembali oleh seorang teman tentang novel ini, sewaktu tidak sengaja di waktu chatting membahas mengenai bahan bacaan yang sedang diminati. Dia lagi baca novel Va dove ti porta il cuore ini. Ini mengingatkan saya kisah akan penuturan nenek Olga yang serasa begitu hidup dan nyata melalui surat yang dituliskan kepada cucunya. Saya menyukai cara penyampaian dan gaya penulisan Susanna Tamaro untuk mengungkapkan suatu kesedihan, kejujuran dan pengakuan. Gaya bahasa yang kadang membuat kita berhenti sejenak dalam memahami dan meresapi makna dalam bahasa-bahasanya.



Nasehat yang paling indah dapat ditemui di halaman belakang sampul bukunya. Dan ini sudah bisa memberikan gambaran cerita yang menarik bagi pembaca tanpa harus membalik halaman-halamannya terlebih dahulu. Dan kemudian, kau akan akan larut bersama kata-kata indah yang disampaikannya.



Dan kelak, di saat begitu banyak jalan terbentang di hadapanmu  
dan kau tak tahu jalan mana yang harus kau ambil  
janganlah memilihnya dengan asal saja,  
tetapi duduklah dan tunggulah sesaat.  
Tariklah nafas dalam-dalam, dengan penuh kepercayaan,  
seperti saat kau bernafas di hari pertamamu di dunia ini  
Jangan biarkan apapun mengalihkan perhatianmu,  
tunggulah dan tunggulah lebih lama lagi  
berdiam dirilah, tetap hening 
dan dengarkanlah hatimu  
Lalu, ketika hati itu bicara, beranjaklah. . .  
dan pergilah kemana hati membawamu. . .



Dan kata-kata itu sangat saya sukai, karena rangkaian kata-kata tersebut terasa sangat feminin di hati saya. . .  :)





Minggu, Oktober 31, 2010

Cinta Dalam Hati




Ktika tiba rasa sendiri
Lalu lalang jiwa merentang sepi
Inginku kau ada di sini
Menghalau sendirinya hati

Jika ku tak sanggup berkata
Jika ku tak mampu bersuara
Hanya resah ungkapkan jiwa
Galau terasa jika kau  tak ada
Cinta dalam hati itu yang kurasa

Akankah rahasia ini ku simpan sendiri
Sampai akhirnya kau menyadari
Cinta dalam hati ini telah lama bersemi



Minggu, Oktober 24, 2010

Surat buat Koko




Temans...
Masih inget ga cerita tentang Kiki, Kuku dan Koko? Inget ga? Masa dah lupa aja, kan baru seminggu ni di publish. Inget lah ya...(*maksa.com). Nah, sebelumnya itu kan ceritanya Kiki bilang ke Koko kalau naskah ceritanya lolos seleksi lomba penulisan dan diberi kesempatan untuk dipentaskan, tapi si Koko keburu pergi dan belum sempat untuk melihat naskah cerita itu. Nah lagi, saya berhasil mencuri surat Kiki buat Koko yang ditulisnya tadi malam untuk menceritakan tentang naskah itu. Kira-kira Kiki nulis apa ya? Cekidot deh....^__^

Dear Koko,
Ko pa kabar? Ki alhamdulillah sehat. Dah lama ya Koko ga ke pantai. Ki ama Kuku masih sering kesana sekali-sekali. Kalau kami kangen sama Koko, Kuku pasti maksa Ki untuk ke sana. Dan Ko tau ga, kalau Kuku sering berguguk kalo ngeliat pria berkacamata tipis. Kangen banget dia kali ya sama Koko. Kuku dah pinteeerrr banget nangkap ranting dengan moncongnya, kalo sudah begitu dia pasti lebih lama mengibaskan ekornya. Lucu banget deh....trus lompat-lompat sambil mamerin ranting dengan memonyong-monyongkan moncongnya, padahal dulu ga kaya gitu ya Ko...^___^

Koko..
Disana gimana kabarnya? Koko ada nemuin pantai seindah pantai disini disana? Koko nemuin Ki dan Kuku yang baru ga disana? Hehe...koko cerita ya nanti di balesan suratnya Ki. Ki juga pengen tahu cerita Koko dari sana. Kalau Ki sih, masih sibuk bolak balik kampus. Kayanya Ki belum bisa jadi engineer tahun ini. Koko doain Ki ya...mudah-mudahan secepatnya kuliah Ki selesai. Hmm...tapi ada berita gembira buat Koko, kalau bentar lagi buku Ki mau diterbitiinnnnnnn.....hehehe.... :D Sekarang Ki lagi sibuk diskusi sama penerbitnya. O iya, naskah cerita yang mau Ki tunjukin ke Koko dulu itu juga masuk. Koko belum sempat baca, kan. Nih, Ki lampirkan di surat ini ya, ntar Koko bisa baca. Jangan lupa Koko komen yah... :)

Ya deh.. Kuku udah guguk-guguk aja dari tadi. Dia minta Ki tulisin kalo dia kirim salam buat Koko. dia kangen banget katanya. :) Udah ya, Ko. Nanti Ki pasti kirim surat lagi ke Koko. Ko bales ya... :)
C ya Ko...


Kiki



Lampiran:

Scene 1:
Lokasi:
Kampus. Seusai kuliah. Roland mencari-cari Tery diantara kerumunan mahasiswa yang keluar kelas. Roland celingak-celinguk. Tery terlihat masih mencatat sesuatu dari papan tulis. Roland masuk. Duduk di bangku sebelah Tery. Tery cuek.
Roland        : Ceilee... rajin amat. Ngapain aja dari tadi??
Tery           : (cuek)
Roland        : sini aku catetin biar cepet (ngerebut pena dari tangan Tery)
Tery           : Iiiiiiihhhhhhhhhhh......gak.... (ngerebut kembali penanya)
Roland        : Ya udah (pelan) aku tungguin.
Roland mencari-cari kesibukan lain sembari nungguin Tery mencatat. Beberapa menit kemudian..
Tery           : Udah, land. Cabut yuk...
Roland        : Udah? Yuk...

Sembari berjalan menuju tempat parkir motor
Roland        :  Udah ngadap dosen pembimbing kamu?
Tery           :  blom..
Roland berhenti. Menatap Tery.
Roland        :  Ry...
Tery           :  santai aja lah Land.. aku juga bakalan tamat kok..
Roland        :  setidaknya kamu fokus Ry.. semenjak dua bulan ini aku perhatikan kamu bengkalein TA kamu. Sibuk banget ya ama urusan di majalah?
Tery           :  gak juga sih. Lagi muak aja..
Roland        :  muak kenapa?
Tery           :  hhh...tauk deh... (berlalu..)
Roland        :  (memanggil) Ry.....(menyusul)
                     Ada apa sih??
Tery           :  gak papa, Land. Aku baik-baik aja kok.
Roland diam. Tery diam. Sepeda motor berlalu dalam keheningan.


Scene 2:

Lokasi:
Koridor tempat papan pengumuman.
Roland melihat pengumuman jadwal sidang yang baru di tempel. Setelah mendapati namanya, tersenyum dan segera berlari kecil menuju koridor yang lain ke jurusannya Tery.  Tery terlihat buru-buru berjalan keluar koridor. Mo pulang sepertinya. Roland berlari menyusul.

Roland        :  (berteriak) Ry... Teryy......
Tery           :  (berjalan terus dengan tergesa)
Roland        : Teryyy.............
Tery           :  (melengong ke belakang, tapi tetap dengan langkah tergesa)
Roland        :  (akhirnya dapat menyusul langkah Tery) Ry...mo kemana sih kok buru-buru amat?
Tery           :  Aku harus ke majalah sekarang. Mo nyerahin artikel aku. Kemaren udah kena warning kalo hari ini dedlinenya jam satu. Soalnya nanti sore mo masuk percetakan.
Roland        : Trus tadi di kampus ngapain? Kuliah? Asistensi?
Tery           :  Udahlah, Land. Aku dah ditungguin.
Roland        :  Tapi ada yang mo aku bilangin.
Tery           :  Nanti aja deh ya... ( berlari mengejar angkot)
Roland        :  (berhenti di tempat) Eh, denger aku dulu..
Tery           :  Aku buru-buru, Land. Nanti aja, kita janji di Latia jam 4 Ok??
Roland        :  Kelamaan, Ry..
Tery           :  Plisss....nanti aku dengerin deh... (berlalu di bawa angkot)

Roland termangu sendiri.

Scene 3


Lokasi:
Di lapangan bola.
Roland usai latihan bola. Tery duduk di tepi lapangan. Matanya mengekori gerak Roland, memberi isyarat agar Roland menghampirinya. Roland mendekat. Roland duduk di samping Tery.

Roland        :  Ada apa kesini?
Tery           :  Mmm...Tadi aku dah nemuin pembimbing aku.  Aku dah asistensi lagi.
Roland        :  Huh.. mo diselesein juga.
Tery           :  Kok kamu jawabnya gitu? Marah ya?
Roland        :  Ya kalo udah asistensi lagi baguslah...
Tery           :  Land.. marah ya? Aku minta maaf ya...
Roland        :  (hanya menghembuskan nafas)
Tery           :  Kamu gimana? Kapan sidangnya??
Roland        :  (beranjak bangkit dari duduknya) besok..
Tery           :  Ha?(terkejut) besok???

Roland berjalan. Tery ikut beranjak bangkit, menyusul dan menghentikan langkah Roland.
Tery           :  (emosi) Land... kenapa gak kasih tahu aku?
Roland        :  jangan bilang aku gak cari kamu berhari-hari ini. Tapi kamu lagi sibuk kan?
Tery           :  Ya tapi...kamu kan bisa bilangin lewat sms ato telfon aku kek kalo kita emang gak bisa ketemu.
Roland        : Begitu jadwal sidang aku keluar aku langsung cari kamu ke jurusan kamu. Begitu ketemu kamu, kamu bilang lagi buru-buru ke majalah dan kamu bilang kita janji di Latia jam 4 sore. Aku datang tepat jam 4, Ry. Tapi sampe dua jam berselang kamu gak datang kan? Aku hubungi tapi hape kamu mati. Gak ada telfon dan gak ada sms untuk ngebilangin kamu sebenernya ada dimana?
Tery           : Aku minta maaf, Land. Aku benar-benar lupa kalo kita janji di Latia hari itu. Aku minta maaf, Land.
Roland        : Aku gak butuh permohonan maaf kamu, Ry. Aku ngerti dan sangat mengerti dengan segala kesibukan kamu. Tapi akhir-akhir ini kamu berubah. Menganggap seolah-olah aku gak ada. Semua kamu simpan sendiri.
Tery           :  Aku berubah? Hah..?? Apanya yang berubah...???
Roland        :  Kamu gak ngerasa kamu berubah?? Hah..??? Aneh...
Tery           :  Land.....
Roland        : ngindarin aku, nyembunyiin sesuatu dari aku, sok sibuk kian kemari.. apa itu bukan suatu perubahan??? Kamu dulu gak seperti itu, Ry. Aku ngerti kesibukan kamu. Dari kecil kita temenan. Dan itu cukup waktu bagi aku untuk mengenal kamu. Dan itu juga cukup bagi aku untuk merasakan perubahan kamu.
Tery           : Apa semuanya harus aku bilang ke kamu. Kamu gak perlu bersikap childish seperti itu. Kita udah dewasa, Land. Kita punya kesibukan masing-masing. Kita punya privacy. Dan gak sepantesnya lagi ngambek karena masalah seperti ini.
Roland        :  Hah? Jadi menurut kamu persahabatan yang udah kita jalani sepanjang umur kita selama ini adalah suatu sikap kekanak-kanakan? Suka duka yang telah kita lewati hanyalah sebuah permainan masa kecil?
Tery           :  Aku gak mempermasalahkan persahabatan kita.
Roland        : Aku hargai privacy kamu. Aku bukannya mau tahu semua urusan kamu. Aku hanya melakukan apa yang biasa seorang sahabat lakukan buat sahabatnya.
Tery           :  Coba bersikap dewasa dong, Land? Gak setiap saat kita harus bersama kan? Aku gak mau tergantung sama kamu lagi. Aku harus bisa jalani hari-hari tanpa kamu. Kamu gak perlu mikirin aku lagi, gak perlu khawatirin aku lagi. Aku udah dewasa, Land. Bukan temen kecil yang harus kamu lindungi lagi.
Roland        : hanya orang dewasa ya yang punya privacy? Berarti kamu baru dewasa, Ry. Karena baru sekarang-sekarang ini kamu berubah.  Berarti selama ini aku temenan sama anak baru gede.
Tery           :  (marah) Land... Aku kecewa sama kamu.
Roland        : Aku juga kecewa sama kamu. Karena sepertinya kamu udah bosan dengan persahabatan kita.
Roland melajukan motornya. Tery diam (kalo bisa berurai air mata). Beberapa menit kemudian, Tery tetap berdiri mematung di tempat yang sama.  Roland kembali dengan motornya. Berhenti di depan Tery. Memberikan helm..
Roland        :  Aku antar kamu pulang..
Tery           :  (menatap Roland sambil ragu mengambil helm)
Roland        :  (menatap tajam Tery)
Tery           :  (menunduk, mengambil helm dan melangkah ke boncengan Roland)


Scene 4

Lokasi:
Di kampusnya Roland.
Ia baru saja keluar dan menutup pintu ruangan dosen pembimbing TA-nya. Masih lengkap dengan
perlengkapan sidangnya yang baru saja selesai beberapa jam yang lalu. Dengan kepala sedikit
menunduk, ia berjalan pelan menyusuri koridor. Di ujung koridor, Tery berdiri mematung
memperhatikannya. Roland terkesiap melihat Tery sudah berada di depannya. Tak ada senyum,
tak ada sapa. Keduanya hanya saling diam. Roland sedikit dengan wajah terkejutnya.


Scene 5

Lokasi:
Taman kampus.
Keduanya duduk bersisian di bangku taman kampus, tapi gak terlalu berdekatan. Beberapa menit pertama, keduanya hanya saling diam. Kemudian...

Roland        :  (menggeser pelan kotak kue ke samping Tery)
Tery           :  (melirik sebentar)
Roland        :  cobalah, kuenya enak.
Tery           :  selamat ya, Land. Aku turut senang kamu dah jadi sarjana sekarang.
Roland        :  heh...(tersenyum) Kamu kapan?
Tery           :  Land..??
Roland        :  (menoleh)
Tery           :  benar apa yang aku denger?
Roland        :  kamu denger apa?
Tery           :  (berkaca-kaca) apa bener kalo kamu menerima tawaran kerja di perusahaan asing itu di Jakarta?
Roland        :  (tetap tenang) kamu dah tahu?
Tery           :  jadi bener??
Roland        : banyak keputusan yang harus aku ambil akhir-akhir ini, Ry. Salah satunya ini. Ternyata kamu bener, ada kalanya kita gak harus selalu bersama. Kita punya jalan masing-masing. Masing-masing kita punya impian.
Tery           :  dan kamu akan tinggalin aku sendiri di sini?
Roland        : (pelan) kan kamu yang bilang, kalo kamu harus bisa jalani hari-hari tanpa aku. Kemaren?
Tery           : Tapi kenapa mendadak seperti ini? Kamu bilang aku yang nyembunyiin sesuatu dari kamu, kamu bilang aku yang nganggap kamu gak ada, tapi justru sebenernya kamu yang nyembunyiiin banyak hal dari aku. Kamu justru yang nganggap aku gak ada.
Roland        :  Aku bukannya nyembunyiin. Aku bilang ke kamu, ato mungkin kamu yang gak ingat. Mengenai sidang TA, aku dah jelasin kemaren. Mengenai kepergian aku, aku dah pernah bilang sebelumnya. Tapi kamu hanya diam. Aku gak berani nyinggung masalah itu lagi. Tapi justru kemaren aku dapetin jawabnya. Apa yang kamu ungkapin kemaren itu, jadi keputusan bagi aku untuk ngebilangin ke Pak Akbar, tepat sebelum aku ketemu kamu tadi di koridor.
Tery           :  (berkaca-kaca) kamu masih marah Land sama aku?
Roland        :  Ry... kamu tahu kan aku gak akan bisa marah sama kamu..
Tery           :  tapi kenapa masih mau pergi???
Roland        :  aku dah bikin keputusan, Ry.
                     Kamu baik-baik ya disini. Cepet selesein TA-nya. Biar kalo emang mo kerja di majalah gak terbeban lagi ama kuliahnya. Ya?
Tery           :  Aku bingung dengan sikap kamu..
Roland        :  Heh...mo pulang apa mo aku traktir makan (berusaha membujuk)
Tery           :  (ketus, cemberut) Aku mo di sini aja.
Roland        : (tergelak kecil) sifat seperti ini yang mungkin aku kangeni dari kamu. Manja.. tapi sok dewasa.
Tery           : (tetap cemberut)..

Keduanya kemudian kembali saling terdiam.


Scene 6

Lokasi:
Kosnya Tery.
Ia baru pulang dari kampus. Memakai blazer dan membawa banyak tentengan.  Begitu nyampe di kost...

Rani            :  Eh, Ry..udah balik? Gimana sidangnya?

Teman-teman kost yang lain juga pada berhamburan keluar begitu mendengar Tery lulus sidang.

Tia              :  Sukses Ry?
Tery           :  Hehee....alhamdulillah lancar...
Rani            :  (mendekat memberi selamat, cipika cipiki) wah, dah sarjana nih..... selamat yah...
Tia              :  iya selamat ya, Ry.. wah bahagia banget ya, Ry, ya. Jadi sarjana di hari ulang tahun.
Tery           :  hehehe... makasih... Iya. Ini kado terindah. Hari ini aku seneng banget.
Fati             :  (berlari kecil dari kamarnya yang di ujung mendekati Tery)
                     Kak Ry.. aku juga mo selamat sekali lagi ya kak Ry.. (cipika cipiki Tery)
Tery           :  Iya.. makasih ya Ti...
Fati             :  Makan-makan dong Kak Ry... dua event nih...
Rani            :  Ih, kamu...
Tia              :  (senyum-senyum aja menyetujui usul Fati)
Tery           :  beres...kalian mo makan apa?

Teng...teng....tiba-tiba abang tukang bakso memukul kentongannya....

Fati             :  (mengerling bahagia) Tuh, si abang tukang bakso lewat...
Tery           :  gak papa bakso?
Tia              :  bakso juga boleh Ry.. yang penting makan-makan bareng..
Tery           :  (mengerling minta persetujuan Rani)
Rani            :  (mengangguk mengiyakan sambil tersenyum bahagia)
Tery           :  (tersenyum membalas) Okeh... panggil si abangnya gih ....
Fati bergegas berlari keluar memanggil si abang tukang bakso.



Scene 7


Lokasi:
Di beranda rumah kostnya Tery.
Mereka berempat sedang menikmati bakso traktirannya Tery, sambil mengobrol. Topik obrolan
terserah. Tentang sidang Tery, tentang cita-cita dan impian mereka juga boleh. Yang penting ada
ketawa-ketawanya untuk menunjukkan bahwa mereka sedang berbahagia.

Scene 8

Lokasi:
Kamar kostnya Tery.
Ia memandangi kalender yang dilingkar besar-besar bertuliskan “ Big day”.

Rani            :  Tok..tok...
Tery           :  (tersentak, kemudian beranjak membuka pintu)
Rani            :  Dah mo tidur ya, Ry? Maaf nih, aku lupa ngasihin ini.
Tery           :  (terkejut ) Lho, tadi kalian kan udah ngasih aku hadiah.
Rani            :  (tersenyum) Ini bukan dari aku. Tadi siang ada paket buat kamu. Aku lupa ngasih. Dari Roland kayanya.
Tery           :  Roland? (menerima paket kecil yang disodorkan Rani)
Rani            :  ya udah. Aku balik ke kamar ya, Ry..
Tery           : (mengangguk pelan) makasih ya Ran...
Rani            : (tersenyum mengangguk, kemudian berbalik menuju kamarnya)
Tery           : (menutup pintu)

Di dalam kamar..
Tery membuka bungkusan. Ternyata sebuah CD. Di dalam bungkusan ada selembar kertas bertuliskan.. Selamat Ulang Tahun.

Tery           : (lirih) ternyata kamu ingat, Land, walaupun tak bersuara selama ini.

Air mata Tery menetes. Ia beranjak mengambil sepotong kue sisa sidang tadi pagi dengan satu batang lilin di atasnya. Di bawah terangnya lilin, Tery seolah merasakan kehadiran Roland di hadapannya. Dengan seksama di dengarkannya CD mengalun. Suara Roland terdengar pelan. Tery merasakan bahwa Roland sedang berbicara di depannya. Kadang ia terisak.

CD berisikan tentang narasi cerpen yang ditulis diatas. Selama narasi didengarkan, di visualisasikan dengan slide-slide tentang kebersamaan mereka sesuai dengan isi narasi.

Setelah rekaman suara Roland berhenti, Tery terisak.  Di sambarnya hape dan berniat untuk menghubungi Roland. Tapi dengan penuh keraguan. Diberanikannya untuk memencet nomor Roland. Setelah menunggu beberapa menit tersambung, Roland mengangkat.

Roland        :  Ya, Ry... assalamualaikum..
Tery           :  (tak di jawabnya salam Roland)
Roland        :  (yang terdengar di ujung telfon hanya suara isak Tery, Roland pun diam)
                    Selamat Ulang Tahun ya, Ry..
Tery           :  Aku bahagia, Land.. sungguh...
                     Aku tahu bahwa kamu takkan pernah pergi.
Roland        :  Kamu baik-baik kan? Sehat?
Tery           :  Dan kamu selalu ngaawatirin aku.
Roland        :  (tergelak kecil) Ntahlah, Ry...
Tery           :  Aku dah sarjana.
Roland        :  O ya?
Tery           :  Mm... aku bisa tanpa kamu kan?
Roland        :  Yah... mo aku traktir ato mo aku lamar?
Tery           :  (tergelak) aku mo begini aja.
Roland        :  (tersenyum) Ya udah. Tidur gih. Udah malem.
Tery           :  Assalamualaikum
Roland        :  waalaikumsalam

Klik. Telfon terputus.
Tery           : (tersenyum dan merebahkan kepalanya ke atas bantal)
Roland        :  idem

TAMAT